Selasa, 31 Agustus 2010

Magnet seorang iwan fals.



Rekan saya, abdul munif bikin propaganda kamis minggu lalu, katanya ada iwan fals di ponpes annur, nyesel kalau enggak dateng. Saya banya milis, juga berseliweran informasi tentang iwan fals manggung di annur, bahkan rekan Sire, menyindir kalau di Annur mereka sudah jauh bersentuhan dengan musik untuk berdakwah, tapi kalau ponpes A, masih saja berkutat tentang halal-haram musik.
Selepas asar, aku berangkat dengan membawa peralatan reportase, dari rumah saya sudah menyenandungkan lagu2nya iwan fals yang liriknya begini "Aku antar kau sore pukul lima...." kira2 gitu deh. Bener juga saat tiba di ponpes annur, orang2 dah ramai, termasuk anak2 OI tentunya, ada insiden sebelum acara dimulai anak2 OI dah mulai rese, saling beradu pukul, enggak tahu apa sebabnya, untungnya tim keamanan bergerak cepat. Justru karena ulah mereka, saya jadi kasihan sama bang iwan fals, gara2 mereka banyak orang yang niat manggil iwan fals jadi batal karena takut2 konser mereka jadi ajang keributan. Padahal ini bulan puasa, mereka tetap aja beradu pukul.
Lokasi dibagi menjadi beberapa ring, ada ring steril/panggung, ring siswa-siswi annur dan ring penonton umum. BERUNTUNG aku bawa id card pers Atribal, aku tunjukkin ke penjaga pintu di ring steril/panggung, aku dipersilakan masuk. Aku bisa mendekat ke depan panggung begitu bang iwan mulai beraksi. Jeprat sana-jepret sini, ada beberapa bagian lagu aku shoot pake camcorder canonku. Lumayan juga bisa melihat iwan flas dari jarak 1 meteran. Dia menyanyikan lagu "ibu", "Anggota DPR", dan Lagu terbarunya "Tanam, Siram ...."(lupa).
Di lokasi aku bertemu dengan Bang Fendi dan Guru Nurul Amin Mu'ti, keduanya penggemar berat iwan fals, aku tahu mereka penggemar beratnya dari cerita mereka yang katanya sering main ke rumah iwan fals di daerah cipayung Depok. Oalah, mereka sudah melangkah jauh. Tapi senang juga bertemu mereka, apalagi dapat oleh-oleh cerita pengalaman mereka tentang kegiatan mereka selama ini setelah tidak lagi mengajar di pesantren A bekasi.
Acara ditutup dengan buka puasa bersama, lumayan dapat nasi kotak, ini juga keBERUNTUNGANan yang kesekian. Saya, Fendi dan Guru Amin, jadi semakin nyaman jadi tamu di ponpes annur ini.

Komunitas Pembelajar


Bersama bapak Dr. Baedowi, dirjen PMPTK
Senin malam,saya,kawan saya dahli dan abdul rohim, berkesempatan bersilaturrahim kepada bapak Muhammad Nuh, menteri pendidikan, bergabung dengan teman-teman dari ikatan guru indonesia, tempatnya di gedung A kantor kemendiknas. Rasanya seperti reunian karena bertemu dengan kawan-kawan dari komunitas blogger dan kawan2 guru dari berbagai daerah. Sebelum berbuka, ada wejangan dari bapak menteri, intinya menerangkan tentang program kerja yang akan dan telah dikerjakan, beliau meminta dukungan guru2 pada setiap program yang diembannya.
Beliau banyak mengutip ayat2 quran dan kitab-kitab klasik lainnya. Rupanya disamping ahli dalam bidang teknologi, rupanya beliau juga ahli dalam bidang kitab2 kuning. Tidak heran dalam ceramahnya beliau juga sering menginsit isi kitab-kitab tertentu. Saya lebih tertarik ketika beliau menyinggung tentang sertifikasi, wah ini yang memang saya tunggu2 (juga mungkin ditunggu oleh teman2 lainnya), katanya pak dirjen sudah menandatangani sk profesinya dan uangnya pun sudah siap dicairkan, tapi ada regulasi baru dari kemenkeu tentang syarat2 tambahan yang diminta kepada calon penerima tunjangan profesi dan syarat2 itu tidak gampang dipenuhi dalam waktu cepat oleh guru-guru bersangkutan.
Ketika bertemu dengan pak Dirjen PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan), pak Baedowi, saya langsung konfirm ke beliau tentang guru2 madrasah yang sampai sekarang belum juga ada kepastian sk dirjen, jawabannya adalah untuk guru2 madrasah SK sertifkasi untuk tahun ini sudah diambil alih oleh kementrian agama, hanya saja karena berbagai alasan (mungkin kurang profesional/kurang tenaga) sehingga SK tersebut belum juga ditandatangani.
Terlihat jelas benang merahnya, mengapa kalau diknas cekatan dalam mengurusi persoalan guru, sedangkan kementrian agama, terkadang beramal seikhlasnya jika mengurusi persoalan guru. Saya enggak tahu kenapa bisa begini, di depag memang serba tertutup, coba saja sambangi website depag "kemanag.co.id", tidak ada berita yang mengkhususkan tentang sertifikasi guru.

Jumat, 27 Agustus 2010

Sekali lagi tentang pendampingan anak belajar



Ini masih cerita tentang pendidikan anak. Ada 2 keyakinan yang saya pastikan benar-benar adanya. Pertama, bahwa sesuatu yang baik tidak mudah diraih, harus melewati lika-liku perjuangn dulu. Seperti mencari ilmu, berupaya mencari rizki, mengajak orang lain berbuat dan sebagainya. Barangkali sudah sunnatullah kali ya, apa saja yang baik selalu gak gampang, tidak tiba-tiba ada tanpa bersusah payah.

Kedua, untuk membuat anak menjadi cerdas ternyata diperlukan kerja sama dan komitmen serta kerja keras yang luar biasa dari kedua orang tuanya. Juga disertai pendampingan kedua orang tuanya. Sudah sunnatullah (sudah memang Alloh yang atur) bahwa mengajarkan kebaikan butuh usaha yang konsisten dan terus menerus. Misalnya menyuruh anak mengerjakan PR nya, padahal cuma beberapa kalimat, yang menurut kita, paling cuma membutuhkan beberapa menit untuk mengerjakannya. Tapi saya dan istri memerlukan waktu tidak kurang dari setengah jam untuk "bersandiwara" agar ia mau mengerjakan PR nya. Dalam hati saya sering berdecak kagum sama hukum Alloh, mengapa orang cerdas itu langka, mengapa orang berhasil itu sedikit, mengapa menjadi orang baik tidak gampang, karena memang Alloh secara alamiah menyeleksi dengan berbagai kesulitan saat menanamkan kebaikan itu. Coba bayangkan kalau menjadi pintar itu segampang membalik tangan, nantinya mencari pekerjaan itu jadi semakin sulit, karena yang melamar pekerjaan itu lulus tes semua.

Terkadang saya sebagai orang tua (juga pendidik) tidak fair, dengan membandingkan belajar anak dengan permainan, sering terlontar dalam ucapan kita "Kalau main aja baru semangat giliran belajar ogah-ogahan", saya pikir kita ini salah, jangan memberi stigma negatif bahwa bermain itu asyik sementara belajar itu susah kepada anak. Kalau stigma itu terus menerus kita suarakan, berarti ada pengingkaran psikologis anak. Lha orang dewasa seperti saya saja kalau disuruh memilih, saya pasti memilih yang asyik-asyik kok dibanding memilih yang susah-susah? Misalnya juga ada orang membandingkan: "giliran nonton aja orang pada ramai giliran ngaji aja sedikit", ini juga tidak fair. Menonton dan menghadiri pengajian adalah dua hal yang berbeda, tanya aja sama diri sendiri secara jujur, saya pasti memilih menonton daripada mengikuti pengajian yang penyajiannya kurang menarik.

Berarti hukum sunnatullah bekerja di sini. Sebagai perbandingan saja, sebuah acara yang memiliki rating tinggi di TV ternyata memiliki tim kratif yang jumlahnya sampai puluhan orang agar selalu muncul ide-ide segar setiap kali tayang. Kenapa kita sebagai orang tua dan guru tidak pernah berfikir seperti orang-orang TV. Bagaimana agar pelajaran yang kita berikan metodenya selalu baru, cara mendidik yang kita berikan selalu menarik di mata anak. Kenapa kita tidak rajin berfikir keras, menemukan ide-ide segar nan kreatif, agar makanan ilmu yang kita berikan tersaji secara menarik dan enak dinikmati. Namun yang terjadi, jauh panggang dari api. Kita inginnya anak-anak mau rajin belajar, tapi kita sendiri sukanya memberikan "menu ceramah" melulu setiap hari. Seperti acara TV, jangankan mendapat rating disukai pemirsa, produserpun tidak tertarik untuk menayangkan di TV nya.

Tidak adil dan tidak fair jika kita terus menerus membandingkan dua kutub yang berbeda. Bermain dan belajar atau menghadiri pengajian dan menghadiri konser musik. Kenapa tidak menjadi seperti yang dilakukan tim kreatif TV yang selalu muncul ide segar mengkolaborasikan keduanya. Seandainya ada bagian pahala untuk mereka, saya kira tim kreatif TV mendapat pahala dua kali lipat dibandingakn hamba Alloh lainnya. Karena, orang seperti mereka yang mampu menerjemahkan hukum sunnatullah, selalu berpikir kreatif, mencari jalan tengah dan mampu menerjemahkan keinginan ummat.

Akhirnya, sebagai orang tua, saya berkomitmen untuk terus menerus menggali ide dan mencari celah yang saya bisa gunakan untuk membuat anak rajin belajar. Pendampingan anak adalah bersifat mutlak, bukankah keteladanan kunci utama dalam pendidikan?

Rabu, 25 Agustus 2010

Gara-gara salah pergaulan



Hari senin sore, hari keduabelas puasa,sambil menunggu bubaran sekolah, bersama teman-teman guru, kami berbincang banyak hal, maklum kalau lagi puasa, kecuali materi gosip, hampir semua bahan obrolan kami munculkan. Ujung-ujugnnya membicarakan menu buka puasa. Ada yang cerita-cerita macam-macam tentang menu buka puasa, ada bicara tentang nikmatnya kolek, korma, sampai cerita es campur.
Sampai akhirnya, aku tertarik cerita teman yang mengatakan "enaknya" buka puasa pakai bihun plus bakwan dan sambel. Wah, teman-teman mengiyakan katanya cukup dengan 2-3 ribu perak buka puasa jadi nikmat.
Sepulangnya ke rumah, obrolan tadi terngiang-ngiang, kata orang aku lagi lapar psikologis, aku minta istriku memberli bahan-bahan untuk membuat bihun. Alhamdulillah ternyata bahan-bahan tersebut mudah didapat. Tidak memakan waktu lama, bihunnya selesai dibuat. Aku tinggal carikan bakwan sebagai teman makan bihun tersebut.
Saat berbuka puasa, ternyata menu bihun dan bakwan jadi makanan terlezat saat itu. Ini gara-gara salah pergaulan teman-teman yang hobinya ngomongin makanan. ha ha ha

Selasa, 24 Agustus 2010

Ada pencerahan di kelas






Untuk kesekian kalinya, metode diskusi aku terapkan di kelas. Sebelumnya aku kondisikan mereka dengan membekali mereka pengetahuan tentang diskusi, etika berdebat dan mencari bahan untuk tema diskusi. Sepanjang pengamatanku mereka melakukannya dengan enjoy, dimulai ketika dibentuk kelompok, mencari tema, dan membuat ringkasan diskusi di atas sebuah karton.
Sejak awal tahun ajaran, aku berkomitmen kepada siswa, bahwa siswalah yang harus lebih bicara dan berinteraksi dibanding gurunya. Sebisa mungkin fungsi guru di sini hanya sebagai pendamping dan fasilisator, kalau tidak butuh-butuh banget, gantian murid yang harus banyak berlatih berargumen dan mengutarakan pendapat.
Hari yang ditentukan tiba, setelah semua kelompok selesai mempersiapkan bahan diskusi, secara bergantian tiap kelompok mempresentasikan hasil kajian mereka. Aku pesan kepada moderator tiap kelompok, saat memperkenalkan anggota mereka, saya persilakan moderator memperkenalkan nama-nama anggotanya dengan nama-nama gelar perguruan tinggi, seperti menambahkan gelar S.Pd, SE, Dr, bahkan sampai profesor. Aku yakinkan mereka, bahwa siapa tahu doa mereka kesampaian, ada diantara mereka benar-benar ada yang mendapatkan gelar-gelar seperti itu kelak.

Foto-foto di atas, saat diskusi berlangsung di sebuah kelas yang sangat sederhana, aku hanya menyaksikan dari pinggir kelas, betapa siswa-siswi mengasah keberaian mereka dengan beradu pendapat. Aku motivasi mereka, jangan takut salah, katakan apa saja yang ada dalam pikiranmu, jangan takut ditanggapi salah oleh rekan-rekan mereka.

Aku sering senyum-senyum sendiri menyaksikan mereka yang kadang salah menyebut istilah, nervous dan sebagainya. Tapi dari hati yang paling dalam ternyata mengajar itu menyenangkan di saat bulan puasa seperti ini. Aku harus banyak belajar lagi mencari cara agar proses mengajar mengajar itu menjadi menyenangkan dengan melibatkan murid seoptimal mungkin. Sekarang saatlah murid yang lebih dominan bicara, guru hanya lah jadi wasit pertandingan dengan hanya sesekali bertindak ketika dibutuhkan.

Sabtu, 21 Agustus 2010

Mobil mewah juru dakwah berketurunan Arab



Dua kali saya merasa kurang sreg dengan cara dakwah 2 pria berketurunan Arab, dua-duanya menghadirkan sisi "kemewahan" yang berlebihan pada saat menyampaikan dakwahnya. Dulu saya beranggapan, mungkin hanya juru dakwah perempuan saja yang kadang suka pamer saat berceramah, dengan pakaian sutra yang bagus-bagus dan gemerincing kalung dan gelang yang (tampaknya) sengaja dipakai di luar baju.
Ternyata, saya juga menemukan ada juru dakwah pria yang berperilaku sangat menjaga jarak dengan umatnya. Saya menyoroti sisi kendaraannya saja, misalnya kedua juru dakwah yang saya temui sama-sama mengendarai mobil mewah dengan nomor mobil yang sengaja dicari nomor daerah yang sesuai dengan inisialnya. Kabarnya sang ustaz rela membayar puluhan juta hanya untuk mencari nomor kendaraan yang sesuai dengan nama panggilannya.
Sampai di sini mungkin tidak ada yang salah. Tapi kok, buat saya sendiri malah tambah kuat meyakini makna sebuah ayat yang artinya "Kaburo maqtan....Tuhan akan benci kepada seseorang karena dia tidak melaksanakan apa yang telah dia nasehatkan untuk orang lain" kira-kira begitu artinya (maaf kalau kurang tepat).
Manalah mungkin dakwahnya mengena, dalam arti umat akan berubah kalau si pendakwah sendiri belum tentu melaksanakan yang telah dia dakwahkan kepada orang lain. Beberapa tahun lalu, suatu kali dalam sebuah acara keagamaan kami mengundang kiyai muda yang sering tampil di TV, saat mobil mercy nya masuk ke halaman sekolah kami, bawah mobilnya mentok gundukan jembatan yang agak tinggi, di saksikan saya sang kiyai memaki-maki asistennya yang katanya diam saja melihat mobilnya mentok gundukan tersebut.
Saya tidak habis mengerti tentang perilaku para juru dakwah seperti itu dan sama tidak mengertinya ketika masyarakat yang "manggil" seorang juru dakwah hanya karena pertimbangan bisa bahwa juru dakwah itu pintar humor dan terkenal saja. Mungkin saja saya keliru beranggapan, bahwa betapa seringnya para pendakwah ceramah kemana-mana kalau dia sendiri tidak melaksanakan apa yang ia dakwahkan, dakwahnya itu tidak bisa mengubah apa-apa. Dakwah tetap dakwah, kemungkaran di masyarakat jalan terus.
Saya jadi semakin takut untuk menasehatkan orang lain, saya berusaha memberi nasehatkan apa yang telah saya kerjakan saja, tidak lebih dari itu.

Rabu, 18 Agustus 2010

Untung ada maling



Hmm...kenapa ya di sekolah ada siswa yang rajin, males, susah dikasih tahu, selalu mengulang-ngulang kesalahan yang sama? Misalnya ada siswa yang sebelumnya saya larang pakai celana yang ujungnya kecil, eh tetap dipakai terus, padahal saya kasih pinalti 2 minggu untuk mengganti celana tersebut. Saya tidak tahu, apakah celananya memang mengerucut semua, atau memang tuh anak berasal dari komunitas bercelana ketat, sehingga enggak betah kalau sehari tidak bercelana ketat.
Saya tidak melakukan tindakan apa-apa kecuali memberi peringatan sekali lagi dan merenung. Mengapa dalam hidup ini, tidak semua yang kita harapkan bisa terjadi? Mengapa sifat dan perilaku orang berbeda-beda? Hmm, terkadang orang bodoh itu memang harus ada kok. Sama juga keberadaan maling itu ternyata dapat memberi pekerjaan banyak orang. Dari mulai polisi yang menangkapnya, jaksa dan hakim, sipir penjara dibayar gara-gara menjaga maling. Mereka semua dapat gaji hanya gara-gara ada maling.
Belum lagi, pabrik kunci, pabrik alarm, pabrik kunci rahasia, eksis secara tidak langsung motifnya gara-gara ada maling. Berarti para sekuriti, hakim, jaksa, dan sipir harusnya bersyukur ada maling, tanpa ada mereka (maling) mereka kurang kerjaan, yang ujung-ujungnya terjadi PHK di mana-mana, karena orang tidak ada yang mau membeli kunci pengaman.
Lagi pula, sisi jahat dan kebodohan orang ternyata menuai banyak manfaat buat orang lainnya. Misalnya, jika semua orang pintar semua, maka cari kerjaan jadi sulit, karena semua pelamar lulus tes semua. Selama masih banyak orang bodoh, akan ada jutaan orang tertolong kehidupan ekonominya, lembaga bimbel, les privat, dai penceramah, obat pendorong pinter dan sebagainya.
Jadi, jangan senewen melihat orang lain susah sekali diajarin. Jangan-jangan mereka bagian dari warna-warni kehidupan itu sendiri yang tanpanya, dunia ini hambar dan sepi sekali. Sesepi sholat tarawih yang hanya diikuti oleh para orang tua tanpa kehadiran anak-anak kecil. Rasanya sholat tarawih menjadi kurang pop, kalau tidak terdengar khas suara candaan anak-anak.

Habis Lebaran



Di bulan puasa orang-orang pada senang menunda-nunda kerjaan, baru tadi pagi adik saya yang katanya mau pindah rumah, ia bilang "Nanti habis lebaran, kak". Seorang teman kerja juga bilang bahwa saudaranya mau pindah sekolah, cuma dia bilang, "Nanti pindahnya habis lebaran". Seorang teman ketika saya tanya sejauh mana program kerja yang telah diamanahkan padanya dengan enteng dia bilang, "Nanti aja pak diselesaiannya habis lebaran".
Pimpinan saya pun ketika didesak untuk membuat buku kredit point siswa, ia mengatakan, "Nanti habis lebaran baru kita pikirkan lagi". Rupanya, kebiasaan menunda-nunda pekerjaan sampai setelah lebaran terjadi dibidang apa saja. Seorang teman bercerita saat menagih utang kepada kerabatnya dijanjiinnya juga habis lebaran.
Pikir saya, jika "Habis lebaran" ini berwujud seorang makhluk, kasihan sekali dia. Semua orang mengakambinghitamkan dia, menumpahkan semua persoalan kehabis lebaran. Sampai ada tetangga yang saudaranya meninggalpun ditahlilin sehabis lebaran. Secara berkelakar saya tanya dia, emang ada hadis yang menerangkan bahwa orang meninggal saat bulan puasa harus ditahlilin setelah lebaran? Kenapa tidak bulan puasa saja, kan sekalian sedekah sama orang yang berpuasa. Waktu tahlilnya saja dimajukan misalnya sebelum magrib sambil menunggu buka puasa. He he he.
Teman saya Rohimun ketika saya tanya, "Mun kok enggak jalan-jalan ngajak pacar di bulan puasa ini?" Dia jawab enteng sekali, "Nanti aja pak, kalo habis lebaran..."

Senin, 16 Agustus 2010

Agar tempat tinggal lebih hommy



Sebenarnya setiap orang mempunyai keinginan dan cita-cita sama hebatnya dengan orang lain. Terlebih mencita-citakan rumahnya menjadi model rumah impian. Rumah yang menjadi penghiburan bagi semua penghuninya. Rumah saya tidak terlalu bagus, tidak ada perubahan yang berarti seperti aslinya yang dibangun oleh pihak pengembang. Hanya di sana-sini sedikit diplester dan digeser seperlunya.
Aku mencita-citakan rumahku itu menjadi tempat berpulang, saat kami telah selesai tugas di luar, sekolah dan mengajar. Karenanya aku membutuhkan sebuah balai-balai untuk sekadar leyeh-leyer di luar rumah. Di awal minggu puasa ini, akhirnya terealisasi, sebuah balai-balai lengkap dengan saung bambunya.
Senang aja melihat anak-anakku bermain-main turun naik dan bercanda bersama teman-teman di atas saung itu. Aku menyenangi anak-anakku bermain bersama teman-temannya di rumahku sendiri, dibanding kalau anakku nyeberang main ke rumah orang lain. Supaya mudah dikontrol dan diawasi. Saung itu juga sekaligus berfungsi sebagai ruang tamu, tempat aku dan istriku menerima tamu-tamu. Sebab sampai hari ini aku memang tidak punya bangku meja untuk menerima tamu. Beneran!

Tidak semua yang diinginkan bisa dipenuhi



Saya selalu bilang ke anak saya, "Tidak semua apa yang kamu inginkan bisa ayah penuhi". Kalimat itu saya ulang ketika ia mulai merengek meminta sesuatu, kemudia ia saya ajak bicara, "Nak, nanti kita berunding lagi, sekarang ayah mau jelaskan...." Apa karena gaya bicara saya atau karena dia yang ngerti, anak saya itu kemudian lebih memilih berkompromi dengan kemauannya itu.
Saya berusaha mengenalkan sejak sedini mungkin bahwa filosofi "Tidak semua yang diinginkan bisa dipenuhi" harus benar-benar ia pahami, agar ia tidak prustasi, kecewa berlebihan dan bersikap pesimis. Dalam kejadian sebenarnya, sering kita dapati kenyataan bahwa terkadang apa yang inginkan tidak terjadi tapi sebaliknya justru apa yang kita tidak inginkan malah benar-benar terjadi.
Dalam kehidupan ini kita hanya pelaku hidup, semuanya sudah di atur sang pembuat scriptwriter, yaitu Alloh subhanahu wata'ala.

Jumat, 13 Agustus 2010

Sedikit cerita tentang imam masjid



Namanya pak Juraidi, ia adalah seorang imam masjid yang serba mau,menjadi muazzin, bilal, pembawa acara,imam sholat sampai yang agak serius ia sering menjadi penceramah di masjid dekat rumah. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari dirinya, sebab sebagai imam, lafaz bacaannya cukup fasih dan sangat pede saat tampil sebagai penceramah.
Satu-satunya yang ingin saya heran adalah profesinya sehari-hari, kata jamaah di sebelah saya, pak Jur (begitu ia disapa) adalah seorang hansip penjaga komplek perumahan di wilayah rw 12.
Bayangkan seorang hansip penjaga komplek mampu menjadi imam, bilal, sekaligus penceramah agama. Lalu kemana ustaznya? Jangan berharap pertanyaan itu saya jawab. Satu hal lagi yang membuat saya kagum dari pak Jur adalah hafalannya yang luar biasa. Sejak malam pertama tarawih sampai malam terakhir, sebagai pembawa acara pak Jur mengutip hadits-hadits yang berbeda setiap hari untuk menerangkan keutamaan sholat tarawih, hebatnya semua itu dikatakan di luar kepala! Dan setiap malam ia membacakan laporan keuangan masjid tanpa membawa catatan, setiap rupiah disebut tanpa ada yang terlupa!
Cuma kadang-kadang suka one man show juga, pernah suatu malam ia azan sendiri, lalu ia menjadi imam, terus ia menjadi pembawa acara dan terakhir ia sendiri yang ceramah, semua ia borong sendiri! Tapi untunglah ada dia, kalau tidak?

Kamis, 12 Agustus 2010

Profesi yang saya takuti



Ya, profesi itu adalah profesi tukang ceramah, terlebih ceramah agama. Waktu tarawih malam ketiga, di masjid ada seorang penceramah yang kurang menarik dari sisi materi maupun penyampaiannya, kelebihan waktu. Ceritanya diberi waktu untuk kultum, kenyataannya 45 menit ceramah baru usai.
Sebenarnya, aku kasihan melihat dai macam tuh. Pertama ia kurang peka terhadap kondisi jamaah, kedua pada umumnya setiap orang itu kurang suka berlama-lama diceramahi (apalagi ceramahnya kurang menarik dan materi nasihat yang disampaikan mubalig itu sering tidak ia laksanakan sendiri).
Saya jadi inget gurauan seorang teman, seorang mubalig itu suka kurang "tahu diri", misalnya untuk berwasiat ia katakan "Usikum wa iyayya..." kurang lebih artinya "aku berwasiat kepada hadirin sekalian dan kepada diri saya sendiri..... Tapi ketika bicara keberkahan ia katakan "Barakallahi walakum..." semoga keberkahan Allah mampir kepadaku dan kepada hadirin sekalian. Kalau untuk urusan nasihat, orang lain dulu dinasehatin baru dirinya, kalau urusan berkat dirinya dulu diutamakan baru orang lain.... Saya enggak ngerti tata bahasa Arab, bisa kata-katanya dibalik?
Karena alasan itulah, saya pribadi, pernah berjanji tidak akan pernah mau memberikan ceramah, terlebih ceramah agama, kapanpun dan di manapun, sebelum, sekali lagi sebelum, saya sendiri, istri saya dan anak-anak saya sendiri telah melaksanakan apa yang saya akan ceramahkan. (kapan-kapan saya ingin banget bicara tentang ini lagi)

Selasa, 10 Agustus 2010

Kalau lagi datang rajin: Rajin Banget!



He he he, kita hidup terkadang tergantung mood2an, kalau lagi datang rajin, apa aja dikerjain, tapi pas kalau lagi datang malas. Ngapain aja rasanya males. Aku kalau lagi rajin, bisa membersihkan got, ngoret rumput, bakar sampah etc, kayaknya seru banget sambil ngelihat anakku muter-muter naik sepeda.
Di kebun samping rumah sudah ada bale bambu, tinggal yang belum ada adalah saungnya. Kepengen bikin saung dari bambu, supaya tidak kepanasan dan kehujanan. Ada saung sepertinya teduh begitu, bisa untuk berkumpul keluarga, untuk tempat makan-makan dan arena bermain anak-anak.
Lagian samapai hari ini aku belum punya perabot bangku tamu. Nah, saung di samping rumah aku jadikan sebagai "ruang tamu" dan ruang terbuka keluarga.
Besok adalah hari pertama puasa "Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan 1431 Hijriyah", salam dari kami sekeluarga.

Senin, 09 Agustus 2010

Musyawarah mufakat ala anakku



“Nanti kita dirundingkan di jalanan”, jawabku saat anakku meminta jajan di Alfamart. Kucoba meyakinkan bahwa kita tetap harus berangkat soal permintaan jajan di Alfamart nanti akan dinegoisasikan di jalan. Benar saja saat perjalanan baru dimulai, ia sudah mengajukan permintaan untuk jajan di Alfa.
“Yang penting kan kamu jajan, jajan itu tidak harus di alfamart, kalau disuruh memilih antara jajan di alfa atau di bukan alfa?” desakku.
Anakku tetap kekeuh minta jajan di alfamart. Negoisasi tetap aku jalankan.
“Kan kalau uangnya Cuma lima ribu enaknya belanja di kios kecil, kalau di alfamart kalau belanjanya banyak” aku mengajukan usul.
“Kios kecil yang mana yah…” tanya anakku. Ruapnya tawaranku mulai menarik hatinya.
“Itu lho kios kecil yang dekat kita suka beli nasi goreng, bagaimana kamu setuju kan belanja di sana, yang penting dengan lima ribu itu kamu bisa jajan”
“Iya……aku setuju yah….”
“Oke deh, terima kasih ya, berarti perundingan kita selesai, dan sama-sama enak”
Itulah sekelumit dialog pendek antara aku dan anakku, ini merupakan perundingan kesekian kalinya yang dilakukan di perjalanan sembari naik motor. Yang semuanya berbuntuk pemecahan yang sama-sama menyenangkan. Ini mungkin pelajaran kecil betapa segala sesuatu jika dirundingkan dengan semangat sama-sama mencari jalan keluar insya Alloh akan menemukan titik temu, asal jangan saling memaksakan kehendaknya. Contoh kecil ini memang amat sederhana, tapi jika ditelaah sebenarnya inilah potret dari keegoan kita selama ini, terkadang sebelum kita merundingkan sesuatu sudah tertatanam dalam diri bahwa “ide gua lah yang harus diterima” atau “ide gualah yang paling benar”.

Jumat, 06 Agustus 2010

Sepenggal kisah: Bang Sorih, Penjual Sayur dan Jamu Gendong






Bakda magrib, meski mulai gerimis, aku dan anakku beranjak pulang dari rumah enyak di Ujungharapan menuju kediamanku di pondok ungu permai. Hari mulai gelap, di perjalanan aku melihat bang sori yang kurus, menua, terseok-seok membawa becaknya, mungkin mencari penumpang. Aku mengira-ngira, kalau malam begini, dan mulai gerimis, siapa yang mau menaiki becaknya?
Saya mengenal bang Sori karena adiknya teman aku sekolah, namanya Khorudin, juga penarik becak.Kalau benar demikian,Apakah ada alasan yang sangat kuat sampai malam-malam mencari penumpang? Bolehkan aku mengira-ngira begini alasannya, malam ini ia harus dapat uang untuk mengobati anaknya yang demam tinggi, atau anak istrinya yang merengek-rengek minta makan?
Selang beberapa detik, di depannya aku melihat tukang sayur dorong yang tergopoh-gopoh mengayuh gerobaknya, aku lihat dagangannya masih banyak. Berarti dari pagi dia keliling, baru sedikit dagangannya yang laku. Lalu bagaimana dia dapat mengumpulkan untuk belanja besok, kemudian apa alasannya ketika istrinya bertanya tentang keuntungan yang harus dibawa pulang?
Sejurus kemudian, samar-samar aku melihat mbok jamu gendong sedang berjalan kaki. Seperti tukang sayur, aku tidak mengenalinya sama sekali, karena mulai gelap. Seorang ibu yang hebat, pikirku, sampai malam ia membawa beban di pundaknya untuk menjual gelap demi gelas jamunya. Aku berharap malam ini membawa untung lumayan, agar diia di rumahnya dapat tidur lelap.
Baru sampai sepertiga perjalanan hujan turun dengan derasnya. Aku "ngaub" sebentar. Tapi? Bagaimana dengan bang Sorih, Penjual Sayuran dan Mbok Jamu Gendong? Mereka pasti kehujanan. Aku taruh dompet, MP3, Hape di box motorku, aku bersegera menghidupkan motor dan berjalan pulang di tengah hujan deras, aku akan menaklukkan hujan deras seperti mereka bertiga yang menjalani hidupnya di tengah hidupnya prihatin.

Tahu berformalin dan anak kecil yang mengamuk




Sebenarnya judul di atas tidak hubungannya, hanya kaitan waktunya saja yang bersamaan. Ceritanya begini: Pagi tadi waktu makan (kalo jam 9.30 pagi pa siang sih?) di warung Bona pasar Babelan, di sebelah warung saya sempat menyaksikan tukang tahu yang menuangkan sejenis bahan pengawet ke dalam wadah berisi tahu, setelah dituangkan tumpukan wadah itu diiket kerubungi terpal dan diiket menggunakan karet. Saya sempet tanya sama yang punya warung, bahwa bahan pegawet itu untuk menjada jangan sampai tahunya rusak, sebab tahu yang dijual hari ini tidak habis. Berarti tahu yang besok dijual kalo tidak habis juga, maka akan terus dituangin bahan pengawet dong?
Analisa saya mengatakan begini: Pertama, saya harus membeli tahu ke tukang yang menjual tahunya yang langsung habis hari itu juga, yang tidak menyimpan tahunya untuk hari esoknya. Kedua, tahu yang saya sering makan jangan-jangan adalah tahu yang sudah diberi pengawet? Lalu dimana tanggung jawab moral buat si pedagang?
He he he, jangan bicara moral kepada si pedagang kecil. Buat mereka yang penting tahu itu besok dan besok lagi bisa dijual, urusan pakai bahan pengawet atau tidak bukan urusan si pedagang kecil itu.
Trus apa hubungannya dengan anak kecil menangis? Saya melihat si abang tukang tahu sedang merapikan kotak-kotak penyimpanan tahunya, tiba-tiba di sebelahnya anak kecil usia 5 tahunan sedang menangis sambil menendang-nendang meja, menangisnya luar biasa kerasnya sambil menendang-nendang kiri kanan. Kata si punya warung nasi katanya anak kecil itu memang suka menangis seperti itu kalo kemaunnya tidak diturutin.
Hubungannya jelas, saya baru tahu tukang tahu menuangkan bahan pengawet dan anak kecil suka ngambek dari cerita tukang nasi yang saya beli itu. Artinya cerita tukang tahu dan anak kecil, saya dapat ceritanya dari tukang nasi tempat saya biasa makan sehabis istirahat mengajar.

Jika kamu hanya berbicara siswa hanya melihat gerakan bibir, tapi jika kita mempraktikkan siswa akan mencoba menemukannya sendiri



Dalam memberikan tugas mengarang, terkadang siswa diperintahkan mengarang di dalam kelas. Dari dalam kelas siswa disuruh berfantasi mengarang tentang keindahan alam atau suasana keriuhan sebuah kota.
Saya mencobanya dengan cara berbeda, saya meminta siswa menyediakan uang 500 rupiah, mereka saya minta keluar kelas dan menuju ke pasar. "Cobalah buat cerita dari uang 500 rupiah itu di pasar" kata saya. Mereka berlomba-lomba menuju pasar membawa buku tulisnya.
Setengah jam mereka kembali ke kelas, yang menakjubkan karangan mereka rata-rata dapat setengah halaman buku. Ternyata di pasar memberikan mendapatkan cerita dari uang 500 rupaih itu. Ada yang memberinya kepada pedagang yang kurang laku, memberinya kepada peminta-minta dan mereka menyusun cerita berdasarkan pengalaman yang didapat dari pasar tersebut.
Saya berpikir benar juga kata Maria Montessori, jika guru hanya bisa bicara di depan kelas, murid hanya melihat gerakan bibir guru, tapi ketika sang guru mengajak siswa mempraktikkan sesuatu mereka akan ingat selamanya dan berusaha menemukan sesuatu berdasarkan imajinasi mereka sendiri.

Kamis, 05 Agustus 2010

Memulakan dengan "Minta Tolong" dan mengakhirinya dengan "Terima kasih"



Dua frase di atas tampaknya sederhana tapi agak susah diterapkan. Dan saya telah memulainya, di rumah-di sekolah, saya mengucapkan kata minta tolong kepada anak biologis dan anak ideologis setiap minta sesuatu dan mengakhirinya dengan ucapan terima kasih. Pengucapkan kata tersebut berimplikasi positif dalam diri anak, bahwa usahanya dihargai oleh orang lain meskipun dengan sekadar ucapan terima kasih.
Penanaman sikap apreasiasi dalam diri anak, menurutnya saya, dimulainya dari cara sederhana seperti ini. Jika anak sudah terbiasa dengan ucapan baik seperti ini, akan timbul sikap saling menghargai apapun usaha orang lain. Kenapa seorang guru harus malu membiasakan mengucapkan terima kasih kepada murid-muridnya setelah meminta tolong kepada murid-muridnya, misalnya sehabis menyuruh muridnya mengambil kapur tulis yang jatuh. Menurut saya, inilah pelajaran akhlak yang paling mendasar dan yang pertama kali diterapkan dalam perilaku kehidupan siswa sehari-hari.

Selasa, 03 Agustus 2010

Umur "Kaji Gila" lebih panjang dari orang sehat



Mungkin hanya teman-teman kecil sekitar tahun 80 an yang masih kenal orang gila yang bernama "Kaji", tempat tinggalnya sekitar rumah mang Hamim Bos warga musolah Nurul Falah, waktu itu ia tinggal di rumah aji Koming. Waktu itu umur saya masih di bawah 10 tahunan, kami mengenal bang Kaji gila karena teman-teman sering meledeknya.
Yang paling terasa bang Kaji hadir adalah saat ada acara-acara selamatan seperti Haul, Tahlil dan semacamnya bang Kaji Gila selalu hadir memungut makanan sisa acara selamatan itu. Karena pikiran yang kurang waras, barang-barang kotor pun dia makan.
Puluhan tahun berikutnya, saya bertemu bang Kaji di sekitar wilayah pulo Asem, beliau masih gagah dan berjalan dengan gancangnya. Kalau waktu itu saya masih berumur 8 tahunan dia sudah berumur 30 an tahun, berarti sekarang kira-kira umurnya sudah 60 tahun! Ajaib, kok sekarang masih sehat dan masih gagah!
Saya jadi inget kata seorang teman (sekarang jadi Kepsek Man 1 bekasi) katanya kalo orang gila sakit pilek, berarti orang itu sembuh dari gilanya, apa emang bener? Berarti bang Kaji enggak pernah sakit. Saya tidak habis pikir, bang Kaji yang makannya tidak terurus (makan yang kotor-kotor), hujan sering kehujanan, tidak mandi, jarang istirahat/tidur cukup, anehnya UMURNYA LEBIH PANJANG dari orang-orang yang nota bene menjaga kesehatannya. Inilah kuasa Alloh, bahwa apapun kalau Alloh ingin sesuatu terjadi, maka terjadilah.

Senin, 02 Agustus 2010

Lebih baik olahraga 30 menit setiap hari daripada 1 jam seminggu sekali.




Mungkin judul di atas mengada-ada ya? Itu memang alasan saya aja kalo ditanya temen, kenapa suka lari pagi. Saya juga punya alasan lain, karena saya tidak merokok nanti saya susah cari alasan kalo saya terkena penyakit, kalo yang lain kan bisa aja nyalahin rokok "Gue sakit begini abisnya gue kecanduan rokok sih". Nah yang bingung saya yang tidak merokok, susah cari alsannya. Makanya saya berusaha rajin lari pagi 30 menit setiap pagi, sehabis subuh.
Hasil positifnya luar biasa, perut saya jadi agak "kempesan", buktinya celana-celana yang saya pakai pada kendur semua. Trus juga, napas rada enakan karena tiap pagi degenjot. Sebenarnya orang tua seperti saya, olah raga larinya tidak perlu cepet-cepet cukup lari-lari dengan kecepatan seperti ngejar anak 3 tahunan lari, bukan seperti ngejar maling, apalagi seperti anak-anak nguber layangan.
Ada lagi motovasi yang paling kuat. Biasanya sehabis saya makan "enak", misalnya sehabis makan yang kadar lemak dan proteinnya tinggi seperti makan bebek goreng dan makanan sea food, saya kudu bela-belain lari agar kalori di dalam tubuh benar-benar terbakar ketika lari pagi.

Minggu, 01 Agustus 2010

Rame-rame menghias ruang kelas




Teman-teman dari "negara ketjil 7.1" punya hajat menghias ruang kelas. Pada hari yang disepakati,mereka mulai merancang dan membuat apa yang harus dikerjakan untuk hiasan kelasnya. Ada yang membuat untaian kata mutiara, puisi, menempel foto, membuat figura atau ada yang sekadar gantungan dari bahan kertas.

Harapan dari aktivitas mereka adalah bahwa dengan menghias kelas, mereka akan betah berlama-lama di dalam kelas sambil menyerap berbagai pengetahuan dari guru-guru mereka. Kelas yang bewarna-warni menandakan ada sesuatu yang hidup di kelas mereka, setidaknya hidup secara warna.
Harapan lainnya adalah semoga ruang kelas yang warna-warni ini juga diimbangi oleh cara mengajar guru-guru mereka dengan lebih mengedepankan kegiatan belajar yang aktif, inovatif,kreatif, bukan melulu dengan cara verbal (one way).
Ternyata mengelola kelas cukup asyik, hampir setiap hari kita bisa melihat ada saja perekembangan yang terjadi di kelas. Perkembangan-perkembangan ini adalah semacam laboratorium pendidikan buat evaluasi berikutnya.