Minggu, 07 Agustus 2011

SURAT PERJANJIAN

Waktu anakku Billy meminta mainan PSV (tepatnya PSV palsu tentunya) aku tidak tanggapi serius, selain harganya yang cukup untuk membeli beras 25 liter beras, aku merasa permainan itu bisa mengganggunya bermain dan belajar. Tapi kalau aku perhatikan "player" ini lebih sederhana dan permainannya pun cukup aman tidak seperti PS yang menurutku permainan "dewasa". Apalagi saat libur puasa seperti ini, saat dia tidak lagi ngemil dan mengundang teman-temannya bermain di rumah karena alasan puasa. Akhirnya aku luluh dan menawarkan permainan itu dengan satu perjanjian.
Aku menjanjikan membelikan permainan itu dengan menghitung mundur seminggu kebelakang, artinya ada waktu 7 hari untuk melihat keseriusannya memegang janjinya. Waktu aku tawarkan ke anakku perjanjian itu ia merespon dengan menuliskan sendirinya perjanjiannya begini kira-kira bunyinya : "Billy janji tidak akan nakalin adik dan berhenti bermain kalau saat belajar dan sholat".
Diktum perjanjiannya memang seperti yang aku minta, soalnya belakangan dia suka jahilin adiknya dan muncul ego seorang kakak pada adiknya, ya rasa cemburu begitulah. Terkadang sang kakak tidak senang diganggu atau dipinjam mainan oleh adiknya, ujung-ujungnya adiknya dinakalin. Aku berpikir moment ini pasti terjadi buat anak-anak seusia dia yang selama ini "jatah" kasih sayang orang tuanya sedikit direduksi oleh adiknya.
Perjanjian yang ditulis diselembar kertas kemudian ditempel di dekat meja belajarnya, aku senantiasa mengingatkannya saat ia mulai berulah terhadap adiknya, syukurlah dia selalu menahan diri mengingat perjanjian itu. Aku melihatnya terkadang jadi senyum sekaligus bangga saat ia berbaik-baik sama adiknya. AKu melihat banyak pelajaran yang bisa diambil dari proses ini. Pertama, anak kecil, berapapun usianya, jika dilatih menjalankan komitmen perjanjian ternyata anak tersebut berusaha akan bertanggung jawab menjalankannya. Kedua, ternyata dengan cara berdialog kita memecahkan persoalan yang diinginkan anak. Mungkin sebagian anak tertentu, saat meminta sesuatu inginnya saat itu juga minta dipenuhi, tidak bisa diulur-ulur. Mengapa demikian? Mungkin sebagai orang tua sering berjanji tapi pada saatnya tidak dipenuhi, jadi muncul rasa ketidakpercayaan pada omongan orang tuanya. Kelihatannya sepele, tapi sesungguhnya ini adalah bibit negatif yang menjadi ganjalan relasi orang tuan-anak. Ketiga, ketika ada perjanjian tertulis orang tua lebih mudah menagih janji anak berdasarkan komitmen yang dibuatnya.