Menyadari bahwa profesi saya adalah tenaga pendidik, mau
tidak mau saya harus menyukai profesi saya ini, terlebih melihat teman-teman
guru (atau saya sendiri) kalau sudah mengajar lebih dari 15 tahun biasanya
mulai timbul penyakit “malas” mengajar, padahal disadari atau tidak bahwa tidak
ada pekerjaan lainnya selain mengajar.
Saya mulai memperkenalkan metodedologi-metodologi mengajar
yang sedikit tidak biasa di kelas, saya mulai mengemas konten materi yang saya
ajarkan dengan kemasan-kemasan yang menarik bagi siswa. Jadilah saya mencoba
model pembelajaran seperti model pembelajaran berbasis masalah, role playing,
role model, card short dan lainnya. Tujuan awalnya agar suasana belajar menjadi
cair, murid dan guru sama-sama tergoda untuk saling aktif mengemukakan
pendapat.
Dalam tugas membuat iklan mini misalnya di kelas IX, saya
menugaskan setiap siswa untuk membuat iklan singkat untuk menawarkan suatu
barang, kemudian siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan cara
berhitung 1-5 kemduian diulang sampai jumlah siswa habis, setelah terbagi
menjadi 5 kelompok (kemudian saya menyebutnya sebagai warung/toko), tugas iklan
mini yang dikerjakan tiap siswa kemudian ditempelkan di koran bekas, setiap
siswa harus menentukan seorang untuk menjadi penjaga tokonya, yang juga
bertugas untuk “merayu” siswa dari kelompok lainnya untuk memberi nilai tinggi
kepada setiap iklan yang ditempel di kelompoknya.
Siswa lainnya yang tidak bertugas sebagai penjaga
warung/toko dibekali dengan potongan kartu kecil yang diberi angka 60,70,80,90,
ketentuannya adalah setiap siswa harus membelanjakan kupon nilainya ke warung
iklan selain kelompoknya sendiri, siswa diingatkan untuk lebih teliti membaca
iklan-iklan yang akan dinilainya. Pada waktu yang ditentukan, semua siswa mulai
bergerak ke sana-kemari untuk melihat iklan-iklan yang ditawarkan oleh kelompok
lainnya. Di sinilah tugas penjaga toko/warung untuk mempromosikan bahwa iklan
dikelompoknyalah yang paling bagus. Siswa membaca, menganalisis, membandingkan
dan kemudian menempelkan kartu nilainya di sisi iklan yang paling disukainya.
Setelah semua kupon nilai siswa habis, maka semua anggota
kelompoknya berkumpul di warung masing-masing untuk menjumlah nilai keseluruhan
yang diperolehnya, kita boleh menyebutnya sebagai keuntungan warung yanng
didapat.Logikanya, semakin menarik iklannya, semakin agresif pelayan toko menawarkan barang, semakin bagus
juga total kupon yang didapat.
Terakhir siswa membentuk lingkaran, kemudian guru memilih
kelompok mana yang terlebih dahulu membacakan total nilai yang didapat dan
memberi alasan mengapa iklan-iklan di tokonya paling banyak diberi nilai atau
paling sedikit diberi nilai. Untuk memberi giliran kepada kelompok, guru bisa
menggunakan tanda panah dari kertas yang diterbangkan ke depan siswa, saat
tanda panah mengarah kepada salah seorang anggota kelompok, maka kelompoknyalah
yang mendapat giliran tampil. Lumayan membuat siswa terhibur dengan penunjukkan
model tanda panah ini.
Jika dikaitkan dengan model pendidikan karakter, saya
mencatat sedikitnya ada 5 pendidikan karakter yang didapat: kerja sama,
ketelitian, wirausaha, respect, olah raga (bergerak) dan tanggung jawab. Ketika
kita menerapkan model dinamis dalam mengajar maka secara otomatis nilai-nilai
karakter akan muncul dengan sendirinya. Karenanay saya bingung, ketika hanya
menggunakan metode verbal semata, pencapaiannya karakter apa yang didapat?
Diam-diam, beberapa kali saya ajak guru-guru junior, malah
beberapa orang bekas murid saya di sekolah ini, untuk team teaching bersama
saya. Ada yang mau ada yang menolak secara halus. Bagi yang mau guru-guru muda
tersebut saya berbagi pengalaman, bagaimana caranya agar kita sendiri sebagai
guru bisa menemukan hal-hal baru dalam metode mengajar kita, target saya agar
ada pergeseran sedikit demi sedikit dari yang melulu verbal dalam mengajar
menjadi model yang lebih variatif. Syukurnya ada 1-2 guru muda yang mau diajak
sharing, saya berharap yang muda-muda inilah yang seharusnya menjadi lokomotif
perubahan dalam menerapkan model mengajar. Setelah team teaching saya tekankan
bahwa model yang kita pakai nanti bukan merupakan model yang terbaik, model ini
hanya membantu kita sendiri agar tidak selalu monoton dalam mengajar, juga
membantu kita lebih mencintai siswa dan menimbulkan kerinduan untuk terus
kembali ke kelas, esoknya lagi dan esoknya lagi….