Senin, 09 Agustus 2010

Musyawarah mufakat ala anakku



“Nanti kita dirundingkan di jalanan”, jawabku saat anakku meminta jajan di Alfamart. Kucoba meyakinkan bahwa kita tetap harus berangkat soal permintaan jajan di Alfamart nanti akan dinegoisasikan di jalan. Benar saja saat perjalanan baru dimulai, ia sudah mengajukan permintaan untuk jajan di Alfa.
“Yang penting kan kamu jajan, jajan itu tidak harus di alfamart, kalau disuruh memilih antara jajan di alfa atau di bukan alfa?” desakku.
Anakku tetap kekeuh minta jajan di alfamart. Negoisasi tetap aku jalankan.
“Kan kalau uangnya Cuma lima ribu enaknya belanja di kios kecil, kalau di alfamart kalau belanjanya banyak” aku mengajukan usul.
“Kios kecil yang mana yah…” tanya anakku. Ruapnya tawaranku mulai menarik hatinya.
“Itu lho kios kecil yang dekat kita suka beli nasi goreng, bagaimana kamu setuju kan belanja di sana, yang penting dengan lima ribu itu kamu bisa jajan”
“Iya……aku setuju yah….”
“Oke deh, terima kasih ya, berarti perundingan kita selesai, dan sama-sama enak”
Itulah sekelumit dialog pendek antara aku dan anakku, ini merupakan perundingan kesekian kalinya yang dilakukan di perjalanan sembari naik motor. Yang semuanya berbuntuk pemecahan yang sama-sama menyenangkan. Ini mungkin pelajaran kecil betapa segala sesuatu jika dirundingkan dengan semangat sama-sama mencari jalan keluar insya Alloh akan menemukan titik temu, asal jangan saling memaksakan kehendaknya. Contoh kecil ini memang amat sederhana, tapi jika ditelaah sebenarnya inilah potret dari keegoan kita selama ini, terkadang sebelum kita merundingkan sesuatu sudah tertatanam dalam diri bahwa “ide gua lah yang harus diterima” atau “ide gualah yang paling benar”.