Selasa, 22 Maret 2011

Ibu yang kerja sift malem



Suatu malam saat kami terlelap, ada suara tangis dari tetangga sebelah, tangis seorang batita dari rengekan tangisnya ia ingin digendong oleh ibunya. Namun setahuku ibunya malam itu masuk kerja malam, yang ada suaminya. Mungkin saat itu si anak ingin digendong tengah pelukan ibunya. Rasanya hatiku miris mendengar rengekan tangis batita tersebut. Setahuku, anak tetangga sebelah memang terlihat sangat cengeng dan agak kurang sehat. Bagaimanapun ketika batita sering ditinggal oleh orang tuanya (baca: ibunya) maka pertumbuhan dalam banyak hal menjadi bermasalah. Aku bukan ahli psikologi, tapi rasanya asupan kasih sayang anak akan berkurang jauh saat sang ibu "ikut-ikutan" cari duit.
Berapa duit sih yang "si ibu" dapatkan ketika kerja siang malam meninggalkan keluarganya? Menurut saya, sebagai orang tradisional (baca: kuno) bahwa fungsi masing-masing dikembalikan sesuai dengan alamiahnya, yaitu laki-laki kerja di luar rumah dan sang istri bekerja di rumah, dari sudut pandang saya yang kuno tadi, cara inilah yang sebenarnya membuat angin harmoni terus berhembus dalam sebuah rumah tangga.
Dengan banyak punya waktu di rumah, dengan naluri keibuan sang ibu bisa menjadi teman bermain, mengontrol apa yang dilakukan anak dan sang ibu men-charge ruang-ruang hati anak dengan hal-hal positif.
Jika sang ibu sering pergi, apalagi malam hari, saat semua harus kumpul maka ruang-ruang hati anak akan selalu ekesepian, dan si anak sulit mencari tambatan hatinya. Saya melihat beberapa kenalan yang kedua orang tuanya bekerja, pertumbuhan psikologis anak menjadi tidak maksimal, misalnya saat anak pulang sekolah, anak jadi sering menghabiskan waktunya di tempat-tempat permainan, saat bergaul ucapan mereka sulit dikontrol tanpa pengawasan orang tua. (Bersambung)