Kamis, 31 Maret 2011

Memberi Dukungan Belajar Anak



Tuhan tidak memberikan makan siang gratis, maknanya adalah Tuhan tidak memberikan kecerdasan dan keberhasilan hidup anak-anak kita tanpa ada jerih payah dari kedua orang tuanya dan si anak itu sendiri. Prinsip ini aku pegang benar, aku dan istriku harus melakukan sesuatu agar anak-anakku merasa nyaman belajar. Seperti memfasilitasinya dengan meja belajar, rak buku, property penunjang belajar lainnya. Dan yang lebih penting lagi adalah perhatian dan waktu yang cukup mendampingi anak belajar, berikan suasana kepadanya agar waktu belajarnya menjadi "terkesan penting" dan teramat luar biasa. Aku tidak pelit menghambur-hamburkan pujian saat anakku pandai meraut pensil misalnya, atau menghadiahkan peluk cium yang hangat saat ia menunjukkan hasil ulangannya, apapun nilainya. Buatlah ia merasa penting dan dihargai saat ia menunjukkan kemauan belajarnya.
Yang paling repot, misalnya saat mau menjelang UTS dan semester, istriku berinisiatif bagi-bagi tugas (istriku memang hebat kalau urusan belajar anak), aku dimintanya mengetik seluruh kertas-kertas ulangan anakku untuk seluruh mata pelajaran, kemudian diprint. Malam sebelum ujian, tugas istrikulah yang mendampingi anakku belajar mengerjakan kertas-kertas ulangan yang sudah aku print tadi, tentunya dengan beberapa tambahan materi yang sudah disiapkan istriku. Meskipun istriku sedikit “rame”, namun hasilnya terlihat nyata, dalam beberapa mata pelajaran, anakku dapat nilai yang cukup signifikan.
Meraih kesuksesan pendidikan memang tidaklah mudah, membutuhkan banyak hal. Salah satunya adalah kerja sama orang tua dan saling menguatkan bahwa belajar itu penting. Nanti lama-lama anak merasa bahwa belajar itu sangat penting, sampai-sampai orang tuanya sampai “turun tangan” dan berlama-lama nemenin anak belajar. Mungkin yang selama ini salah (sekali lagi mungkin), orang tua kebanyakan secara tidak sadar kurang menganggap penting ilmu pengetahuan, misalnya jarang sekali orang tua yang menyisihkan bajet bulanannya untuk membeli buku-buku pengetahuan, jarang orang tua yang menemani anak belajar dan dan tidak rutin setiap hari menanyakan perkembangan anak belajar di kelas.
Berilah stigma positif kepada anak dengan selalu mengaitkan kegiatannya setiap saat pada ilmu pengetahuan, misalnya saat main bola—kita bisa cerita “mengapa benda bulat gampang menggelinding sedangkan benda berbentuk kotak tidak mudah menggelinding”, begitu saat turun hujan, kita bisa cerita tentang sirkulasi: uap-awan-hujan-sungai-laut-menguap, dan seterusnya. Tidak harus menguasai masalah untuk menjelaskan pengetahuan kepada anak-anak, saya yang pengetahuannya terbatas tentang ilmu eksakta, sebisa saya saja menjelaskan tentang suatu proses terjadinya sesuatu.