Jumat, 01 April 2011

Otonomi dan tidak otonomi, negeri dan bukan negeri.




Sering rasanya saya mendapatkan ketidakadilan dalam pendidikan, salah satunya adalah subsidi untuk sekolah negeri oleh pemerintah daerah. Padahal penduduk pribumi asli yang sebenarnya yang paling berhak menikmati pendidikan gratis di sekolah negeri, sebab penduduk pribumilah yang sebenarnya sejak awal pembayar pajak, pajak bumi bangunan, pajak kendaraan dan pajak lainnya. Namun, penduduk pribumi yang mayoritas belajarnya di madrasah justru tidak menikmati pendidikan gratis tersebut. Saya mendapatkan kenyataan justru orang-orang pendatanglah yang paling dominan menyekolahkan anaknya di sekolah negeri, merekalah sebenarnya yang paling menikmati subsidi pendidikan ini. Cuma apa mau dikata? Penduduk pribumi menganggap sekolah itu ya di madrasah, masih ada stigma negatif terhadap sekolah negeri (padahal jaman sudah berubah ya?)
Penduduk pribumi semakin termajinalkan karena mendapatkan pendidikan di madrasah yang kekurangan fasilitas, pemerintah daerah karena alasan otonomi daerah hanya mengucurkan anggaran pendidikan ke sekolah negeri yang nota bene murid-muridnya dominan bukan penduduk pribumi. Apa yang salah dengan madrasah? Hingga pemerintah menjaga jarak, padahal mereka sama-sama pembayar pajak di daerahnya. Mengapa perundang-undangan diterapkan secara kaku, mengapa pemerintah tidak mengambil inisiatif memasukkan anggaran bantuan madrasah dalam APBD?
Kedepannya harusnya dicari pemerintah daerah yang lebih berpihak kepada madrasah, pemerintah daerah yang mengakui peran madrasah sebagai salah satu pilar pendidikan di daerah.