Minggu, 13 Maret 2011

Minta maaf tapi tidak menyesal.



Kok bisa ya? Ya bisa. Seorang kawan bercerita bahwa sekolah tempat dia mengajar di Jakarta tidak memperbolehkannya lagi menjadi pengawas ujian nasional tahun ini. Alasannya karena dia pernah mempermasalahkan siswa yang tidak hadir pada saat ujian nasional berlangsung. Menurutnya ketidakhadiran siswa bisa dimengerti jika siswa itu sakit atau ada uzur lainnya, tapi siswa tersebut ternyata telah berhenti sejak kelas dua. Entah alasan apa kepala sekolahnya tetap “menghidupkan” ijazah tersebut dengan menganggap hadir siswa tersebut dan kertas ujiannya diisi panitia.
Kawan saya ini jika dianggap salah oleh sekolah dia meminta maaf tapi dia katakan bahwa dia tidak menyesal melakukan itu. Niatnya Cuma satu: dia ingin menerapkan prinsip-prinsip kejujuran bukan hanya dimulut.
Saya simpati pada idealisme dan prinsip yang dipegang kawan saya itu. Terkadang amat jelas terjadi, justru orang yang sangat paham agama yang justru melakukan praktik-praktik tersebut. Kawan saya ini, ketika saya tanya kenapa tidak mengikuti arus saja dia menjawab, “Saya punya 2 anak balita, saya mau menerapkan prinsip-prinsip kejujuran dalam mendidik, dan itu saya mulai dari diri saya sendiri”.