Senin, 14 Maret 2011

Penjual nasi goreng dan istrinya



Suatu sore saat aku sedang menunggu cuci motor. Aku memerhatikan sepasang suami istri sedang mendorong gerobak nasi goreng, rupanya mereka hendak menggelar dagangannya. Rutinitas mereka dimataku luar biasa. Aku menyaksikan pemandangan bagaimana sang suami memasang bambu-bambu kerangka tenda, bambu-bambu yang besar ia pasang sendiri, ditarik, diulur, sampai memasang penutup tenda, menurutku pekerjaan itu tidak gampang. Sementara istrinya asyik menurunkan perkakas pembuatan nasi goreng, mengelap kaca gerobak, menyusun piring, mengatur bangku-bangku, memasang taplak, mengatur bumbu-bumbu pada kotaknya dan seterusnya. Suatu rutinitas yang dilakukan secara harmoni dan kerjasama pada tugasnya masing-masing.
Sekali lagi menurutku pekerjaan itu tidak gampang. Untuk berbenah saja mereka membutuhkan waktu satu jam! Dan itu diulanginya saat harus membongkar lapak dagangannya saat menjelang dini hari. Bayangkan saat kita terlelap mereka dengan telaten harus menyusun kembali gerobak dagangannya dan kembali esok hari melakukan rutinitas serupa.
Bagaimana jika daganganya sepi pembeli? Ini yang menurutku yang luar biasa juga. Mereka melakukan itu dengan ramai pemeblei atau sepi pembeli. Kata seorang teman, itulah warna-warni hidup bekerja. Kita harus bersyukur terhadap semua pekerjaan yang kita lakukan. Mungkin menurut kita pekerjaan anu capek dan pekerjaan ini tidak capek. Sebenarnya semua pekerjaan sama, tinggal tergantung kita bagaimana cara melakoninya secara harmoni.