Sabtu, 14 Mei 2011

Kemana “Terima kasih itu”.



Suatu kali saat mengunjungi kantor Pos menyelesaikan kewajiban bulanan, aku mendapatkan pelajaran ketika pegawai pak pos menyindir pengguna jasa jas yang habis menerima kiriman uang (aku melihat pak pos menghitung sekitar 5 jutaan sekian), dengan perkataan “Terima kasih pak…..”. Rasanya memang logis juga, ketika orang itu sudah dibantu mencairkan uang kiriman rasanya sangat elok ketika harus mengucapkan kata terima kasih kepada orang yang membantu kita.
Tapi benarkah kita secara sungguh-sungguh mempraktikkan kebiasaan baik itu? Pernahkah kita mencoba menularkan kebiasaan baik itu untuk anak-anak ideologis dan biologis kita? Rasanya ucapan ringan itu memang belum menjadi pakaian kita sehari-hari. Ketika dibantu anak mengambilkan air minum, ketika siswa kita membantu membelikan makanan, pernahkan kita mengiringinya dengan ucapan terima kasih.
Pendidikan memang berawal dari kebiasaan dan konsistensi. Pendidikan bukan didasarkan konsep ujug-ujug dan indoktrinasi. Penanaman sikap keberagamaan memang membutuhkan konsistenasi dan konsistensi. Pelajaran agama bukan untuk diceramahkan atau ritual perayaan ini itu. Tapi lebih dari itu adalah penanaman kebiasaan dan keteladanan.