(Melihat kehidupan di jalan by pass Bandung)
(Malam hari di Jalan By Pass Bandung, nyaris 24 jam jalan ini selalu ramai, tapi hati-hati rata-rata pengendara di sini memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi.)
(Di parkiran Balai Diklat Keagamaan Bandung, berfose dengan seorang teman peserta diklat (Pak Dudung) sebelum memulai perjalanan)
(Di jalan by pass Bandung, tepatnya di lampu merah samsat - Carefour, saat menunggu lampu berubah hijau aku sempatin hunting foto.)
Seperti yang sudah aku rencanakan kepulanganku ke Bekasi
mengambil rute Cianjur-Puncak-Gadog-Sentul-Bekasi. Tepat jam 11.00 WIB setelah
kegiatan penutupan Diklat (Bagi-bagi sertifikat dan bagi-bagi angpau tentunya),
dengan mengucap bismillah aku pacu motorku melewati jalan by pass, aku
membulatkan niat untuk melewati puncak dengan tujuan utama masjid atta awun,
mungkin karena telah melewati jam berangkat kerja, perjalanan yang aku tempuh
relatif lancar. Seperti halnya di Jakarta, jam-jam seperti inilah “rawan” razia
polisi, benar saja sebelum memasuki padalarang di depan terlihat banyak polisi
berseragam menghentikan banyak kendaraan di 2 arah, saking banyak banyaknya
polisi yang merazia saya melihat di ujung-ujung jalan ada polisi yang berdiri
satu-satu mungkin takut-takut kalau ada pengendara yang kabur. Aku paham betul
para polisi mencari pengendara yang sudah merasa bersalah duluan, artinya dia
tahu betul mana pengendara yang lengakap dan pengendara yang tidak lengakap
surat-surat kendaraan, begitu mendekati kerumunan polisi motor aku pepet ke
kiri, merapat ke bapak-bapak polisi, manjur, dari sekian banyak polisi tidak
satupun yang mau melirik motorku, aku bebas melenggang puas he he he.
(Saat memasuki kota Cianjur aku dihadapkan pada penjual es Cincau yang mengundang selera, cukup 3000 perak kita dapat melepas dahaga)
Jam 12.57 kota Bandung Barat telah kulewati, di bawah gerbang
Kota Cianjur aku berhenti sebentar sekadar membasahi tenggorokanku dengan
segalas es cendol, tidak sampai 5 menit aku langsung melanjutkan perjalanan,
aku mencatat di sekitar sini belasan bahkan puluhan tukang cendol berjejer dengan menggelar gubuk menjajakan
dagangannya, kesegaran es cincau cukup ditebus 3000 perak.
Melewati kota Cianjur aku disambut dengan kesejukan udaranya,
meski bukan musim hujan, udara di kota ini terasa sejuk, enggak tahu kenapa
seakan terngiang sebuah lagu berjudul “Semalam di Cianjur”, tapi aku tidak mau
bermalam di Cianjur, karena rinduku dengan istri dan anak-anakku sudah
membuncah. Jalanan beraspal mulus, membuat perjalanan menjadi begitu
mengasyikkan, roda motorku boleh dikatakan tidak pernah menyentuh lobang
sekalipun.
(Meski belum musim penghujan, tumbuhan di sekitar Cianjur tumbuh subur karena udaranya yang basah)
Jam 14.07 aku telah melewati kebun raya Cibodas dan sudah
berada di tikungan berkelok-kelok ke arah puncak, di dekat Balai Besar Besar Kesehatan
Ciloto ada insiden senggolan antara truk material dan mobil boks, tidak ada
korban, aku lihat sopirnya sempat meminggirkan mobilnya masing-masing.
Jam 14.17 menit kemudian aku sampai di cek point restoran rindu alam dan ikut memarkirkan motorku bersama-sama biker lainnya, 2 buah gemplong dan sebotol akua menemani istirahatku, dari ketinggian ini mataku bebas memandang kebun-kebun teh, inilah tempat “wajib” para biker beristirahat. Setelah puas memandang dan hunting foto aku melanjutkan perjalanan, dengan membayar ongkos parkir 2000 perak, dari puncak sini sudah terlihat kubah masjid atta awun.
Jam 14.33 aku sudah sampai di parkiran masjid atta awun, di sini pun tampaknya merupakan perhentian wajib para biker (dan pengunjung lain tentunya), aku melepas kepenatan dengan segera mengambil air wudhu untuk segera sholat (Zuhur dan Ashar sekaligus), sepiring nasi goreng kambing menemani makan siangku, dari atas sini terlihat jelas jalan berkelok-kelok khas puncak, juga terlihat di kejauhan sana di atas bukit orang-orang sedang memacu adrenalinnya dengan kegiatan gantole-nya, aku berniat kapan-kapan bisa naik ke atas sana, aku lihat motor dan mobil bisa parkir di atas sana.
(Cek Poin Rindu Alam merupakan singgahan wajib para biker, rasanya belum ke puncak kalau tidak mampir di restoran rindu alam (Persisnya di parkiran restoran rindu alam)
(Dari atas sini, hijaunya kebun teh Puncak terlihat jelas)
Jam 14.17 menit kemudian aku sampai di cek point restoran rindu alam dan ikut memarkirkan motorku bersama-sama biker lainnya, 2 buah gemplong dan sebotol akua menemani istirahatku, dari ketinggian ini mataku bebas memandang kebun-kebun teh, inilah tempat “wajib” para biker beristirahat. Setelah puas memandang dan hunting foto aku melanjutkan perjalanan, dengan membayar ongkos parkir 2000 perak, dari puncak sini sudah terlihat kubah masjid atta awun.
Jam 14.33 aku sudah sampai di parkiran masjid atta awun, di sini pun tampaknya merupakan perhentian wajib para biker (dan pengunjung lain tentunya), aku melepas kepenatan dengan segera mengambil air wudhu untuk segera sholat (Zuhur dan Ashar sekaligus), sepiring nasi goreng kambing menemani makan siangku, dari atas sini terlihat jelas jalan berkelok-kelok khas puncak, juga terlihat di kejauhan sana di atas bukit orang-orang sedang memacu adrenalinnya dengan kegiatan gantole-nya, aku berniat kapan-kapan bisa naik ke atas sana, aku lihat motor dan mobil bisa parkir di atas sana.
Jam 15.04 aku sudah menyerahkan karcis parkir masjid atta
awun menuju Gadog, perjalanan pulang cenderung turun, terlihat kebun-kebun teh
menyejukkan mata, tadinya aku ingin berhenti untuk hunting foto, namun karena di perjalanan
melewati Rainbow Hill Gof nanti cenderung sepi/jarang rumah aku membatalkan
niatku, lagipula aku ingin sampai rumah sebelum magrib. 30 menit kemudian aku
sudah sampai di mulut jalan Gadog, kalau dari arah Puncak sangat mudah
dikenali, yaitu saat badan jalan dipecah menjadi 2 jalur.
Jam 15.37 perjalanan dari Gadog dilanjutkan, rute perjalanan
inilah yang sempat aku buatkan peta-nya, aku pelajari sedikit rumit memang,
karena banyak pecahan jalannya, kira-kira 6 menit perjalanan perhatikan ada
pertigaan yang agak menjebak, kalau kita memacu motor lumayan kenceng, kita
cenderung mengambil jalan lurus, seharusnya belok ke kanan, di sini saya sempat
salah jalan untung buru-buru tanya, di sini pula, saat misalnya bensin kita
tinggal 2 strip maka di sinilah kita mengisi bensin tambahan, sebab saya
mencatat di depan nanti rasanya sudah tidak ada lagi penjual bensin eceran.
Rute Rainbow Hill Golf ini relatif sepi dan jalannya
berkelok-kelok, naik turun, sepertinya sih kawasan ini merupakan kawasan dengan
satu pemilik yang akan dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan wisata, kalau
untuk malam hari saya tidak merekomendasikan anda untuk melewati jalan ini,
apalagi sendirian. Tapi sebenarnya, asyik juga melewati jalan ini di kiri-kanan
ada lembah-lembah yang menantang untuk dihunting fotonya, aku coba menahan diri
karena terbatasnya waktu.
Sebelum keluar kawasan Rainbow Hill Golf (Bukit Pelangi
Golf) kita dihadapkan pada jalan Bulevard di kiri kanan ada pohonan berjejer,
di sini motor tanpa di gas pun akan berpacu cepat, karena jalannya lurus dan
menurun, wuih asyik banget, beberapa kali saya lepas tangan.
Jam 16.30 Rute sentul-Citeurep-Cilengsi telah kulewati,
sebaiknya kita mengambil rute pabrik Holcim lalu menuju Cilengsi sebab jalannya
lebih mulus dibanding mengambil jalan Mercedes Benz yang rusak dan berlubang.
Jam 17.42 aku sudah sampai di alun-alun Bekasi, artinya 30
menit kemudian, insya Alloh, aku sampai di rumah, setelah membeli sesuatu untuk
di bawa pulang, aku sampai di tengah-tengah kehangatan keluargaku. Peluk cium istri
dan anakku menambah kelengkapan kebahagianku.Jadi ingin touring lagi, kemana ya?