Sabtu, 29 September 2012

Model Pengajaran yang saya gunakan, bukan merupakan yang terbaik….


Menyadari bahwa profesi saya adalah tenaga pendidik, mau tidak mau saya harus menyukai profesi saya ini, terlebih melihat teman-teman guru (atau saya sendiri) kalau sudah mengajar lebih dari 15 tahun biasanya mulai timbul penyakit “malas” mengajar, padahal disadari atau tidak bahwa tidak ada pekerjaan lainnya selain mengajar.
Saya mulai memperkenalkan metodedologi-metodologi mengajar yang sedikit tidak biasa di kelas, saya mulai mengemas konten materi yang saya ajarkan dengan kemasan-kemasan yang menarik bagi siswa. Jadilah saya mencoba model pembelajaran seperti model pembelajaran berbasis masalah, role playing, role model, card short dan lainnya. Tujuan awalnya agar suasana belajar menjadi cair, murid dan guru sama-sama tergoda untuk saling aktif mengemukakan pendapat.
Dalam tugas membuat iklan mini misalnya di kelas IX, saya menugaskan setiap siswa untuk membuat iklan singkat untuk menawarkan suatu barang, kemudian siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan cara berhitung 1-5 kemduian diulang sampai jumlah siswa habis, setelah terbagi menjadi 5 kelompok (kemudian saya menyebutnya sebagai warung/toko), tugas iklan mini yang dikerjakan tiap siswa kemudian ditempelkan di koran bekas, setiap siswa harus menentukan seorang untuk menjadi penjaga tokonya, yang juga bertugas untuk “merayu” siswa dari kelompok lainnya untuk memberi nilai tinggi kepada setiap iklan yang ditempel di kelompoknya.
Siswa lainnya yang tidak bertugas sebagai penjaga warung/toko dibekali dengan potongan kartu kecil yang diberi angka 60,70,80,90, ketentuannya adalah setiap siswa harus membelanjakan kupon nilainya ke warung iklan selain kelompoknya sendiri, siswa diingatkan untuk lebih teliti membaca iklan-iklan yang akan dinilainya. Pada waktu yang ditentukan, semua siswa mulai bergerak ke sana-kemari untuk melihat iklan-iklan yang ditawarkan oleh kelompok lainnya. Di sinilah tugas penjaga toko/warung untuk mempromosikan bahwa iklan dikelompoknyalah yang paling bagus. Siswa membaca, menganalisis, membandingkan dan kemudian menempelkan kartu nilainya di sisi iklan yang paling disukainya.
Setelah semua kupon nilai siswa habis, maka semua anggota kelompoknya berkumpul di warung masing-masing untuk menjumlah nilai keseluruhan yang diperolehnya, kita boleh menyebutnya sebagai keuntungan warung yanng didapat.Logikanya, semakin menarik iklannya, semakin agresif  pelayan toko menawarkan barang, semakin bagus juga total kupon yang didapat.
Terakhir siswa membentuk lingkaran, kemudian guru memilih kelompok mana yang terlebih dahulu membacakan total nilai yang didapat dan memberi alasan mengapa iklan-iklan di tokonya paling banyak diberi nilai atau paling sedikit diberi nilai. Untuk memberi giliran kepada kelompok, guru bisa menggunakan tanda panah dari kertas yang diterbangkan ke depan siswa, saat tanda panah mengarah kepada salah seorang anggota kelompok, maka kelompoknyalah yang mendapat giliran tampil. Lumayan membuat siswa terhibur dengan penunjukkan model tanda panah ini.
Jika dikaitkan dengan model pendidikan karakter, saya mencatat sedikitnya ada 5 pendidikan karakter yang didapat: kerja sama, ketelitian, wirausaha, respect, olah raga (bergerak) dan tanggung jawab. Ketika kita menerapkan model dinamis dalam mengajar maka secara otomatis nilai-nilai karakter akan muncul dengan sendirinya. Karenanay saya bingung, ketika hanya menggunakan metode verbal semata, pencapaiannya karakter apa yang didapat?
Diam-diam, beberapa kali saya ajak guru-guru junior, malah beberapa orang bekas murid saya di sekolah ini, untuk team teaching bersama saya. Ada yang mau ada yang menolak secara halus. Bagi yang mau guru-guru muda tersebut saya berbagi pengalaman, bagaimana caranya agar kita sendiri sebagai guru bisa menemukan hal-hal baru dalam metode mengajar kita, target saya agar ada pergeseran sedikit demi sedikit dari yang melulu verbal dalam mengajar menjadi model yang lebih variatif. Syukurnya ada 1-2 guru muda yang mau diajak sharing, saya berharap yang muda-muda inilah yang seharusnya menjadi lokomotif perubahan dalam menerapkan model mengajar. Setelah team teaching saya tekankan bahwa model yang kita pakai nanti bukan merupakan model yang terbaik, model ini hanya membantu kita sendiri agar tidak selalu monoton dalam mengajar, juga membantu kita lebih mencintai siswa dan menimbulkan kerinduan untuk terus kembali ke kelas, esoknya lagi dan esoknya lagi….