Jumat, 05 Oktober 2012

Siapa Pendosa Terbanyak itu?


Ada seorang kiyai yang ditanya muridnya.  “Pak Kiyai mana yang lebih besar dosanya orang yang melakukan hubungan intim di luar nikah dengan orang yang korupsi?” Sang kiyai menahan napas, kaget mendapat pertanyaan tersebut, pertanyaan ini ditujukankepada siapa? Sejurus kemudian sang kiyai bimbang memberi jawaban. Kalau ukuran di masyarakat, yang lebih heboh biasanya pilihan yang pertama, hubungan intim di luar nikah, semua sepakat menghujat perilaku tidak terpuji tersebut, pelakunya dikucilkan, dihinakan, di arak keliling kampung dan sebagainya. Nah, bagaimana dengan pilihan yang kedua? Tentang korupsi?
Sang kiyai, menarik napas kembali. Terlintas dibenaknya bahwa mental dia tidak lebih baik dari perilaku hubungan intim di luar nikah tadi, bunkankah dia sering menyelewengkan dana  pembangunan musholla, kadang juga menilep uang sumbangan jamaah musholla untuk tidak diberikan kepada anak-anak yatim?  Siapa yang lebih bersalah di hadapan gusti Allah? Bukankah pelaku hubungan intim tadi hanya dilakukan berdua, artinya dosanya hanya dia dan kepada gusti Allah semata. Sedangkan sang kiyai, berapa ratus anak yatim yang haknya terampas oleh ketamakan sang kiyai, berapa puluh jamaah mushollah yang yang dana sodakohnya tidak sampai kepada  yang berhak menerimanya? Mengapa penghormatan kepada sang kiyai seakan menutup dosa-dosa yang telah dilakukannya? Banyak orang yang sampai mencium tangan bolak-balik, memberi doa-doa kebaikan untuk sang kiyai.
Mungkin ilustrasi di atas hanya imajiner belaka. Tapi sesungguhnya, sepatutnya kita merasa bersalah, bukankah yang kita lakukan selama ini kita memberikan penghormatan berlebihan kepada topeng-topeng kemunafikan yang berjubahkan atribut kekiyai-an? Tidakkan kita mengkritisi bahwa apa yang telah dilakukan kiyai itu lebih membawa mudharat dibanding orang yang melakukan hubungan intim tadi? Terkadang untuk kesalahan orang lain kita mudah mengatakan bahwa dosanya yang dilakukannya sungguh lebih besar.
Melakukan hubungan intim di luar nikah tentu saja salah. Tapi dari dua kejadian tadi seharusnya kita bercermin bahwa apa yang telah kita lakukan selama ini tidak lebih baik dari mereka. Mungkin saja dua sejoli yang melakukan hal tidak terpuji tersebut merupakan bagian dari jamaah pengajiannya? Artinya selama ini pesan-pesan ceramahnya tidak dapat membuat orang lain menjadi baik. Ucapan-ucapan ceramah agamanya seakan masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Bagaiamana mungkin menasihati orang jika dia sendirinya tidak melakukannya…………….